Pemilihan aset dalam penggabungan usaha
Untuk pemilihan aset dalam penggabungan usaha, aspek perpajakan berpengaruh terhadap penentuan metode apa yang akan dipakai dalam penggabungan usaha selain dengan menggunakan pertimbangan hukum, termasuk didalam hal perolehan keuntungan atas dividend dan capital gain. Perlu diketahui bahwa pasal 4 ayat 1 huruf d angka 1 Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008, menyebutkan bahwa keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah salah satu objek pajak.
Kemudian Pasal 10 ayat 3, Undang-undang Pajak Penghasilan No. 10 Tahun 1994 mengatur tentang dasar pengenaan pajak atas penggabungan usaha. Pasal ini mengatur bahwa:
"Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (market price), kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan ".
"Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (market price), kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan ".
Apabila mengacu pada peraturan pajak ini berarti bisa diambil suatu kesimpulan bahwa penggabungan usaha yang diperkenankan menurut ketentuan perpajakan adalah dengan menggunakan metode purchase(metode pembelian), yang menilai aset berdasarkan harga pasar bukan menggunakan metode pooling of interest (metode penyatuan kepentingan), yang menilai aset berdasarkan nilai sisa buku.
Meskipun demikian seperti yang dikatakan dalam pasal 10 ayat 3 bahwa dasar penilaian lain dimungkinkan, dalam hal ini menggunakan metode pooling of interest dengan terlebih dahulu meminta izin kepada menteri keuangan. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.03/2008 pasal 1 bahwa :
1. Wajib Pajak yang melakukan merger dapat menggunakan nilai buku.
2. Merger sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penggabungan usaha atau peleburan usaha.
2. Merger sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penggabungan usaha atau peleburan usaha.
Pertanyaan yang timbul adalah mengapa Direktorat Jenderal Pajak memutuskan untuk tidak memperbolehkan penggunaan metode pooling of interest dalam rangka penggabungan usaha. Jawabannya tidak lain bahwa dengan pooling of interset, tidak ada pajak yang dibebankan atas penggabungan usaha tersebut, lain halnya apabila menggunakan metode purchase yang berdasarkan pada nilai pasar.
Contoh di bawah akan dipergunakan untuk memperjelas perbedaan antara kedua metode tersebut dari sisi pengenaan pajak penghasilan.
Pada metode purchase nilai buku aktiva (book value) dari PT X adalah Rp 750.000.000, sedangkan nilai wajar atau nilai pasarnya (market price) sebesar Rp 1.200.000.000, maka ada penghasilan sebesar Rp 450.000.000 yang timbul sebagai akibat adanya selisih antara nilai wajar (market price) dengan nilai buku (book value), Penghasilan inilah yang merupakan objek pajak penghasilan.
Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008 bahwa: “Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun” Selanjutnya huruf d angka 3 dari pasal 4 ini menyebutkan bahwa salah satu yang termasuk objek pajak adalah “Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha” Jadi keuntungan yang diperoleh oleh PT Y yang disebabkan karena penggabungan usaha dengan cara melakukan pembelian aset milik PT X adalah merupakan objek pajak.
Sedangkan dasar pengenaan pajak untuk perusahaan yang melakukan penggabungan usaha atas dasar metode pooling of interest. Seperti telah dijelaskan di atas, metode pooling of interest menggunakan nilai buku sebagai dasar dalam pengalihan harta dari penggabungan perusahaan. Dengan ini berarti bahwa penggabungan perusahaan dengan metode pooling of interest, sama sekali tidak menghasilkan pengasilan kena pajak, karena penggabungan tersebut didasarkan atas nilai buku dari kedua perusahan, dan bukan berdasarkan suatu penilaian kembali atau nilai pasar.
Sedangkan dasar pengenaan pajak untuk perusahaan yang melakukan penggabungan usaha atas dasar metode pooling of interest. Seperti telah dijelaskan di atas, metode pooling of interest menggunakan nilai buku sebagai dasar dalam pengalihan harta dari penggabungan perusahaan. Dengan ini berarti bahwa penggabungan perusahaan dengan metode pooling of interest, sama sekali tidak menghasilkan pengasilan kena pajak, karena penggabungan tersebut didasarkan atas nilai buku dari kedua perusahan, dan bukan berdasarkan suatu penilaian kembali atau nilai pasar.
Dalam model yang disederharnakan seperti yang disajikan dalam gambar dibawah terlihat bahwa Keputusan Menteri Keuangan yang berkaitan dengan penggunaan nilai buku, pada akhirnya tetap menggiring wajib pajak menuju kepada pengenaan pajak atas capital gain yang timbul akibat penggabungan usaha, walaupun sudah disetujui Ditjen Pajak menggunakan nilai buku.
Kesimpulan
Dalam Tax planning sebagai bagian dari manajemen pajak tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kewajiban pajak dengan benar dengan membayar pajak dengan jumlah yang dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Dengan demikian agar dikemudian hari tidak terjadi restitusi pajak atau kurang bayar yang mengakibatkan denda dan kewajiban-kewajiban hukum lainnya.
Jika dilihat dari aspek ekonominya maka metode pooling of interest mempunyai keunggulan dari segi perpajakan, karena transaksi yang terjadi tidak dapat dipandang sebagai obyek pajak dan tidak dianggap sebagai suatu bentuk investasi. Dalam metode purchase keuntungannya adalah karena setelah penggabungan usaha, laporan keuangan yang mengakuisisi akan mencerminkan hasil usaha gabungan sejak terjadinya penggabungan.
Laba ditahan perusahaan yang diakuisisi dianggap sebagai laba ditahan perusahaan gabungan. Selain itu terjadi pula penambahan asset dari perusahaan yang diakuisisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar